Search This Blog

12 September, 2008

Adabut Taamul Fil Jamaah (Adab Berinteraksi Dalam Jamaah)

Sesungguhnya jika engkau tidak bersama mereka, maka engkau tidak akan bersama orang-orang selain mereka. Sementara jika mereka tidak bersamamu, mereka tetap eksis bersama yang lain.”

Kata-kata salafus shaleh di atas menyadarkan kita tentang kebutuhan kita akan jamaah dan untuk senantiasa berada dalam ruang lingkupnya, karena bila kita tidak lagi bersama mereka, tidak mungkin kita bergaul dengan orang-orang yang standarnya di bawah mereka. Sementara jamaah dan mereka yang ada di dalamnya akan terus eksis dan berjalan dengan atau tanpa kita. Gamblangnya, masuk dan keluarnya kita dari jamaah tidak akan berpengaruh banyak apalagi sampai mengguncangkan jamaah. Dengan kata lain bila kita keluar dari jamaah, kitalah yang merugi. Sementara bagi jamaah boleh dibilang hampir tidak ada kerugian, karena begitu banyak yang siap menggantikan kita.

Karena itu keberadaan kita di dalam jamaah adalah anugerah Allah yang harus disyukuri dan dipelihara. Salah satu upaya menjaga karunia kesertaan kita dalam jamaah adalah dengan senantiasa berinteraksi secara intensif dengan dakwah itu sendiri dan semua elemen-elemen dakwah atau elemen jamaah.

Yang terpenting tentu saja adalah dengan dakwah atau jamaah itu sendiri, kemudian dengan mas’ul atau naqib. Berikutnya dengan sesama ikhwah atau a’dha jamaah. Lalu dengan para muayyid dan akhirnya dengan sang murabbi yang menghantarkan kita ke dalam jamaah.

A. Ma’ad Dakwah (Interaksi dengan dakwah)
1. At-takhally ‘an shillati bi ayyi haiatin aw jamaa’atin. Melepaskan diri dari segala keterikatan dengan lembaga-lembaga atau jamaah- jamaah lainnya (terutama apabila diminta oleh jamaah untuk melakukan itu). Salah satu arkanul ba’iah dalam jamaah kita adalah tajarrud yang penjabarannya adalah kita memberikan loyalitas, keterikatan dan ketaatan kita secara total kepada jamaah. Kalaupun kita memiliki kritik-kritik yang konstruktif terhadap jamaah bukan karena kita tidak tsiqah atau bahkan melirik jamaah lain. Sehingga bila jamaah menilai kita harus memutuskan ikatan dengan yayasan atau jamaah tertentu, karena dinilai membahayakan, seyogianyalah kita menerima dan menaati. Kecuali bila jamaah menugaskan di lembaga atau jamaah tertentu untuk tujuan tertentu (On mission).

2. Ihyaa’ul aadaatil Islamiyah (Menghidupkan kebiasaan-kebiasan Islam). Tujuannya adalah agar kita tetap terpelihara di dalam ruang lingkup jamaah dengan hidayah yang diberikan Allah. Di antara usaha untuk terus meningkatkan kualitas keislaman dan keimanan adalah dengan selalu menghidupkan kebiasaan-kebiasaan Islami seperti menyebarkan salam, membaca doa-doa harian, mendahulukan anggota tubuh yang kanan dan lain-lain. Karena hanya dengan berupaya meningkatkan kualitas diri sajalah kita akan tetap terjaga, kebersamaannya dengan jamaah, dengan homogenitas kebaikan yang dimilikinya.

3. Ta’arruf alal ikhwati dua’ti ma’rifat taamati wayaal’aksa. Berkenalan dengan para du’at dengan pengenalan yang sempurna dan sebaliknya mereka juga mengenal kita dengan sempurna. Selain untuk menunaikan hak-hak dan kewajiban ukhuwah, perkenalan yang intensif dan sempurna dengan para duat akan membuat kita dapat saling berkaca dan memacu diri. Apalagi dengan para ikhwah yang lebih dulu memasuki jamaah dibanding kita. Bukankah Rasulullah saw. bersabda, “Al-mu’minu mir’ah li akhihi” (mu’min cermin bagi saudaranya).

4. Adaaul waajibaatil maaliyyah (zakat, infak dsb) Menunaikan kewajiban-kewajiban maaliyah seperti zakat, infaq, ta’awun dll). Tak pelak lagi masalah ekonomi, maisyah atau maaliyah adalah hal yang penting yang harus diperhatikan oleh a’dha jamaah. Untuk menunaikan kewajiban maaliyah di dalam Islam dan jamaah seperti zakat, ta’awun, infaq dan lainnya tentu saja harus diwujudkan dulu karateristik qaadirun alal kasbi di dalam diri a’dha tersebut.

5. Nasyrud dakwah fi kulli makaan wa ahli alaa dzaalik. Menyebarkan dakwah di setiap tempat dan membentuk keluarga-keluarga dakwah. Pembentukan pribadi muslim di dalam jamaah dimaksudkan tidak saja membuat seorang muslim menjadi saleh tetapi juga harus muslih. Jadi tidak hanya sekadar mengupayakan nilai-nilai kebaikan melekat dalam dirinya, melainkan juga mengupayakan agar keluarga dan masyarakatnya pun terwarnai oleh nilai-nilai kebaikan tersebut. Bahkan harus pula menjadikan keluarga sebagai pendukung-pendukungnya yang utama dalam dakwah.

6. At-ta’arrufu alaal harakati Islamiyah. Mengenal harakah-harakah Islam. Keberadaan kita sebagai a’dha di dalam jamaah ini tentu saja harus membuat kita semakin mengenal jamaah kita, sejarah, visi dan misinya, tokoh-tokohnya dll., sebagai sebuah harakah Islam. Dan sebagai bahan pembanding kita juga perlu mengenal harakah-harakah Islam lainnya.

B. Ma’an Naqib
Naqib atau qiyadah dalam dakwah memiliki hak seorang bapak dalam ikatan hati, hak seorang ustadz dalam hal menambah dan mentransfer ilmu, hak seorang syekh dalam memberikan tarbiyah ruhiyah dan akhirnya hak seorang komandan dalam menentukan atau memberikan kebijakan-kebijakan umum di lapangan dakwah.

Dalam proses interaksi dengan naqibnya, seorang adha atau al akh dituntut supaya bisa berhubungan dengan baik sebagai perwujudan keqiyadahan yang terdekat dengannya. Di antaranya ialah memperhatikan hak-hak naqib seperti tersebut di atas. Selain itu juga berusaha memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Tha’at. Seorang a’dha hendaknya senantiasa taat melaksanakan perintah-perintah dan arahan-arahannya dalam kondisi senang atau susah serta sulit dan mudah.

2. Tsiqah. Seorang akh dikatakan tsiqah kepada naqibnya jika ia memiliki ketenangan dan ketenteraman jiwa terhadap apa-apa yang datang dari sang naqib Ia tidak pernah ragu- ragu terhadap arahan yang datang darinya.

3. Iltizam. Seorang adho harus berupaya menjaga, melanggengkan iltizam atau komitmennya kepada naqib dan jamaah dengan jalan keterbukaan menginformasikan kondisi diri secara obyektif, sehingga terjaga pula hubungan ruhiyah dan amaliyah dalam ruang lingkup berjamaah.

4. Memiliki sikap ihtiram (menghormati) naqib. Bukanlah suatu ciri feodalisme jika kita menghormati atasan kita yang layak dihormati. Apalagi ia berfungsi sekaligus sebagai orang tua, guru, syekh dan qaid. Bukankah Islam mengajarkan kita menghormati orang yang lebih tua dari kita dan banyak memberikan kebaikan untuk kita seperti orang tua, guru, syekh dan komandan.

5. Memberi nasihat, masukan, saran dan kritik secara halus dan sembunyi-sembunyi alias tidak di depan orang lain. Memang tak bisa dipungkiri, naqib adalah juga manusia biasa yang punya kekurangan dan kelemahan, namun bila kita ingin mengkritisi atau memberi masukan hendaknya dengan memperhatikan adab agar martabat atau izzahnya sebagai naqib tidak terlecehkan di hadapan orang lain.

C. Ma’al ikhwah
Terhadap sesama ikhwah atau a’dha jamaah kita pun dituntut untuk memiliki adab yang benar dalam berinteraksi. Beberapa hal di bawah ini penting diwujudkan dalam interaksi dengan sesama ikhwah agar suasana ukhuwah benar-benar tercipta di dalam jamaah kita.

1. Selalu husnuz zhan (bersangka baik) dan bahkan berusaha mencarikan alasan untuk membelanya jika ada orang lain yang menghujat ikhwah kita.
2. Memperlihatkan mahabbah atau rasa cinta pada mereka dan berusaha menahan emosi atau memaklumi kebodohan-kebodohan mereka.
3. Mendoakan mereka ketika kita berpisah atau sedang tidak bersama mereka. Dalam hadis disebutkan doa seorang muslim untuk saudaranya ketika berpisah atau sedang tidak bersamanya mustajab. Di sisi kepalanya ada malaikat yang setiap kali ia berdoa untuk saudaranya meminta kebaikan berkata malaikat: Amin dan bagimu hal yang seperti itu pula..
4. Tanashur, tolong-menolong sesama ikhwah sebagai realisasi ukhuwah. “Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim atau dizhalimi,” yakni engkau menghalanginya dari berbuat kezhaliman atau membebaskannya dari keteraniayaan.
5. Mengakui dan menghargai bantuan mereka di waktu lapang dan sempit, serta merasakan dan menyadari bahwa kekuatannya, tidak dapat bergerak dengan sendirinya tanpa andil dan bantuan ikhwah lainnya seperti problem yang dialami dalam masalah maisyah, penyimpangan atau terkena fitnah.
6. Tidak menyukai atau tidak rela jika saudaranya berada dalam bahaya dan bersegera berbuat untuk mencegah atau menolak dan menyelamatkan saudaranya tersebut dari bahaya.
7. Memberikan tadhiyah (pengorbanan) terhadap sesama ikhwah. Hasan Basri, ”Tidak ada yang kekal dalam kehidupan ini, kecuali tiga hal; Pertama saudaramu yang kau dapati berkelakuan baik. Kedua apabila engkau menyimpang dari jalan kebenaran ia meluruskanmu dan mencegahmu dari keburukan. Tidak ada seorang pun selainnya yang mengontrolmu. Ketiga shalat berjamaah menghindarkanmu dari melupakannya dan meraih ganjarannya.”

D. Ma’al Mu’ayidin (Bersama Muayid)
Seorang a’dha jamaah adalah seorang murabbi bagi para muayidinnya. Ia menjadi pintu gerbang yang akan menghantarkan muayidnya ke dalam jamaah. Agar bisa menjadi daya tarik dalam merekrut dan menghantarkan muayidnya ke dalam jamaah, ia dituntut agar bisa berinteraksi dengan baik dan tepat dengan mua’yidnya di antaranya ialah:

1. Menghargai dan menempatkan diri muayid secara seimbang atau proporsional. Mereka bukan segala-galanya atau yang paling hebat dan penting sehingga seolah olah tidak akan ada yang dapat menggantikan mereka. Tetapi tidak pula meremehkannya, merendahkannya atau menempatkannya secara tidak proporsional di tempat yang tidak bernilai atau rendah dan tidak sesuai dengan mereka. Sehingga terkesan tidak menghargai potensi dan bakat mereka.
2. Mendahulukan hal yang paling penting di atas hal yang paling penting atau menggunakan skala prioritas. Dan yang pertama harus dilakukan adalah menumbuhkan akidah di hatinya.
3. Berhemat dalam menasihati muayyid sehingga bisa masuk dan meresap.
4. Meninggalkan cara-cara yang keras atau kasar walau dengan hujah yang benar.
5. Menghindari jawaban langsung atau to the point dan sanggahan yang ketus atau mematahkan.
6. Menghindari penghancuran potensi dalam meng’ilaj atau mengatasi permasalahan ringan atau dengan jalan membebani dengan beban berat yang tidak proporsional dan tidak mendidik.
7. Hati-hati terhadap pemborosan tenaga. Hendaknya kita memperhatikan tingkat kecerdasan dan ilmu muayyid kita sehingga tidak perlu berpanjang-panjang dalam membahas hal yang sudah jelas.
8. Setiap perkataan memiliki tempatnya masing-masing dan setiap tempat memiliki jenis perkataan yang cocok. Rasulullah saw. bersabda: “Berbicaralah pada manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka.”
9. Mempelajari kondisi mereka dan mengenali permasalahan –permasalahan mereka misalnya ia sebagai murabbi tidak langsung mencerca bila mad’u terlambat datang karena boleh jadi ada uzur syar’i yang tidak bisa diatasinya. Kemudian tidak mendikte dalam pekerjaannya dan tidak membebaninya dengan beban yang tidak sanggup ditanggungnya, karena pepatah mengatakan bahwa Madinah tidak dibangun dalam waktu satu hari.
10. Jadilah teladan baginya dalam segala situasi.
11. Kontinyu mendakwahinya sampai tampak hasilnya.

E. Ma’al Murabbi
Seorang akh atau a’dha bisa masuk ke dalam jamaah adalah karena jasa murabbinya. Hal itu tidak akan pernah terhilangkan dari catatan malaikat Raqib, sehingga seyogianyalah tidak terhapus dari benak a’dha tersebut.
1. Menghormati mereka karena bagaimanapun Allah telah menjadikan mereka sebagai sebab tergabungnya kita menjadi a’dha jamaah ini. Dengan kata lain merekalah yang telah menghantarkan kita masuk ke dalam jamaah ini, walaupun kini kita telah menyamai atau bahkan mungkin melebihi atau melampaui mereka dalam hal wazhifah tanzhimiyah misalnya.
2. Sesungguhnya mereka tetap gurumu dan bukan mantan guru atau sekadar orang yang pernah menjadi gurumu.
3. Terus mengingat-ingat kebaikan mereka dan melupakan kelemahan-kelemahan mereka jika memang ada.
Jika kesemua interaksi dengan keseluruhan elemen jamaah itu terjalin dengan baik, insya Allah akan terpeliharalah kekokohan iltizam kita dengan jamaah itu sendiri. Wallahu a’lam

18 comments:

Unknown said...

Akhi, ana ngopi untuk materi liqo ini, jazakumulloh khoiron jaza,
materi sangat pas untuk qt nich...

spa boy said...

sama ana juga....

Unknown said...

ASSALAMU'alaikum.akhi, afwan mau izin copy ya,syukron jazakalloh khoir

rulie said...

salam, bang, s izin ngopi tulisan u dibaca di m doc ya, biar lebih tenang>> jazakallah sebelumnya

TARBIYAH SYAMILAH said...

Af1, ana juga mohon izin ngopi. Syukron!

TARBIYAH SYAMILAH said...

Af1, ana juga mohon izin ngopi. Syukron

colouring my way.. said...

izin mengcopy ya

HIKMAH said...

saya ijin copy akhi

HIKMAH said...

saya ijin copy akhi

Unknown said...

jah bikin kopi dulu ah........

Fastabiqul Khoirot said...

Ijn copas jg akh. Jazakumullah khoiron jaza

Yuli Rohma said...

ijin copas, akh. jazakillah khoir

Yuli Rohma said...

ijin copas, akh. jazakillah khoir

Rosandi Ardi Nugraha said...

Sumber referensi dari buku apa ya?

Rosandi Ardi Nugraha said...

Mohon info..sumbernya dari buku apa ya

Rosandi Ardi Nugraha said...

Mhn info sumbernya dari buku apa ya

Rini Permatasari said...

Sumbernya dari mana ya?

Unknown said...

Izin copas tadz, jazakallah khoir