Search This Blog

27 March, 2008

MAKNA DAN BERAKHLAQ DENGAN ASMA’ AL MUQADDIM

PENDAHULUAN

Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf 180 :

Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang Telah mereka kerjakan.(QS. Al A’raf 180)

Kata al husna adalah bentuk mu’annats (feminin) dari kata ahsan. Imam Fakhrur-Razi mengatakan bahwa sesungguhnya asma Allah itu disifatkan dengan al husna (yang paling baik) karena beberapa aspek. Diantaranya :
Bahwa semua sifat Allah itu menunjukkan makna/ arti yang baik-baik. Sebab sifat-sifat yang paling sempurna, paling agung dan paling tinggi adalah sifat-sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-nama tersebut.
Bahwa yang dimaksud dengan asma’ dalam ayat di atas adalah disebutkannya sifat-sifat yang baik.
Makna al husna adalah bahwa ia merupakan sifat yang tidak ada bandingannya dan termasik sifat yang qadim (azali). Bukan pemberian manusia, tetapi Allah SWT sendirilah yang telah menamakan Dzat-Nya dengan itu sejak semula dan seterusnya.
Nama-nama Allah SWT itu sangat banyak. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Musa at-Turmudzi dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasullallah saw bersabda “Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Seratus kurang satu. Barang siapa menghimpunkannya maka ia akan masuk surga.”
Semua nama yang dimuat maupun nama yang tidak dimuat dalam hadist tersebut terbagi atas tiga bagian, antara lain :
Pertama, Nama-nama Dzat, yaitu yang ditujukan kepada Dzat yang tinggi dan bukan kepada nama atau perbuatan lain. Sifat ini tidak tepat untuk dinisbatkan kecuali kepada lafal Jalalah.
Kedua, Nama-nama sifat, semua nama yang ditujukan kepada sifat-sifat Allah seperti al-Lathif, al-Khabir, ar-Rahim, dll.
Ketiga, Nama-nama af’al. yaitu nama-nama yang ditujukan kepada perbuatan Allah.
Imam Ali pernah berkata “Segala sesuatu (tentang Allah) yang tercitra dalam dirimu, bukanlah Allah.”
Dari ungkapan yang disampaikan Imam Ali tersebur di atas, dapat diartikan bahwa segala yang tercitra dalam akal dan imajinasi manusia, bukanlah Allah karena akal dan imajinasi manusia tidak akan mampu meliputi Al Haqq yang Maha Suci karena ke-qadim-an dan ke-azali-an-Nya. Allah berada di luar ruang dan waktu. Sedangkan akal dan imajinasi manusia hanya mampu menjangkau sesuatu yang berada di dalam lingkup ruang dan waktu.
Asma’ul husna setidaknya memberikan gambaran bagaimanakah sifat-sifat Allah. Namun demikian, bukan berarti dengan asma’ul husna manusia dapat mengetahui hakekat dari Dzat Allah, tetapi hanya sifat-sifat Allah-lah yang dapat diketahui walau tetap tidak akan mampu akal manusia untuk mengetahui sifat-sifat Allah secara menyeluruh. Ibarat pepatah mengatakan cangkir tidak akan mampu menampung seluruh air di lautan.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Sahl berkata “Puncak makrifat adalah kekaguman dan kebingungan.”
Pada pembahasan kali ini akan mengulas tentang asma’ Allah al Muqaddim, walau mungkin dalam pembahasannya akan tetap menyinggung tentang nama-nama Allah yang lain karena Asma’ul husna merupakan nama-nama yang mutlak ada pada Allah.




MAKNA DAN BERAKHLAQ DENGAN ASMA’ AL MUQADDIM

MAKNA AL MUQADDIM
Al Muqaddim berarti Yang Mendahului. Sifat ini terdapat dalam firman Allah
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila Telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (Q.S Al A’raf : 34)

Firman Allah dalam surat lain :

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai ajal. apabila Telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).(Q.S Yunus : 49)

Allah juga berfirman dalam surat lain :

Jikalau Allah menghukum manusia Karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila Telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.(Q.S. An Nahl : 61)

Al Muqaddim bermakna Dzat yang mendahulukan sebagian dari sesuatu atas sebagian yang lain dalam wujud, separti mendahulukan sebab-sebab atas akibat-akibat. Atau dalam pemuliaan dan pendekatan, seperti mendahulukan para nabi dan orang-orang soleh daripada selain mereka. Atau dalam hal tempat, seperti mandahulukan periode atau masa yang satu daripada masa yang lain.
Allah yang mendahulukan dan mengakhirkan, Dia mendahulukan bagi hamba-hamba-Nya segala yang dibutuhkan bagi mereka guna memelihara eksistensi mereka dan mengakhirkan mereka di ajal-ajal mereka. Atau Dia mendahulukan orang-orang yang dikehendaki-Nya di dunia dan di akhirat dengan memberikan mereka derajat yang tinggi dan dia mengakhirkan siapapun yang dikehendaki-Nya. Dalam Al Qur’an juga sering tercatum bahwa Allah mendahulukan perintah untuk beriman sebelum perintah untuk beribadah kepada-Nya. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.

BERAKHLAK DENGAN AL MUQADDIM
Berakhlak dengan ism ini, manusia harus bersikap antara khauf (takut) dan raja’ (berharap) dan hendaknya bersikap waspada. Sebab Rasullullah saw sendiri yang telah diampuni Allah dari segala kesalahan tidak melalaikan sama sekali untuk beribadah kepada Allah sehingga ketika ditanya “Bukankah Allah telah mengampuni segala dosa Tuan ?“ beliau menjawab : “Apakah aku akan menjadi seorang hamba yang tidak bersyukur ?“

1. Khauf
Khauf adalah rasa sakit serta bergetarnya hati karena ada sesuatu yang dibenci dihadapannya. Perumpamaannya seperti jika seseorang yang akan dihukum pancung oleh raja , lalu raja itu telah memerintahkan algojonya dan algojo itu telah memegang pedangnya, maka ia telah merasa yakin akan kematiannya sebentar lagi, maka terasalah pedih hatinya saat itu dan bergetar karena rasa takut yang sangat, dan inilah yang disebut Khauf.
Khauf ini dapat menjadi kuat dan lemah tergantung pada keyakinan seseorang pada ALLAH SWT. Dan selain Khauf yang disebabkan takut pada hukuman sebagaimana diatas, ada pula Khauf yang disebabkan oleh karena takut akan kebesaran dan keagungan sesuatu. Jika manusia itu memahami begitu banyaknya maksiatnya yang akan dihadapkan pada ke-Maha Agung-an ALLAH SWT dan ketidakbutuhan-Nya pada kita, maka akan timbullah rasa takut. Maka orang yang paling tinggi Khauf-nya adalah yang paling mengetahui dirinya dan penciptanya, firman ALLAH SWT :

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(QS. Faathir: 28)
Dampak dari Khauf yang benar adalah jika seseorang sudah benar pemahamannya, maka mulailah rasa Khauf masuk dihatinya dan berdampak pada pucatnya wajah, tangis, gemetar, dan dampaknya kemudian adalah meninggalkan maksiat, lalu komitmen dalam ketaatan, lalu bersungguh-sungguh dalam beramal.
Khauf ada yang berlebihan, moderat dan kurang. Yang berlebihan adalah yang mengakibatkan rasa putus asa dan berpaling dari taat, sementara yang kurang akan mengakibatkan tidak meninggalkan maksiat yang dilakukan. Sementara yang seimbang/moderat (I'tidaal) akan menimbulkan waspada, hati-hati (wara'), takwa, mujahadah, fikir, dzikir, kesehatan fisik dan kebersihan akal.
Khauf para salafus sholih bermacam-macam, ada yang takut meninggal sebelum bertaubat, ada yang takut dicoba dengan nikmat, ada yang takut bergeser dari istiqomah, ada yang takut su'ul khotimah, ada yang takut dahsyatnya berdiri dihadapan ALLAH SWT, ada yang takut dihijab tidak bisa melihat wajah ALLAH SWT, dan inilah takutnya para 'aarifiin sementara yang sebelumnya adalah takutnya para zaahidiin dan 'aabidiin. Para aarifiin ini takutnya mumi kepada kehebatan dan keagungan ALLAH, sebagaimana firman-NYA:
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang Telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.(QS 'Ali Imraan : 30)
Diantara mereka ada Abu Darda' ra yang berkata: "Tak seorangpun yang merasa aman dari pengacauan syaithan terhadap imannya saat kematiannya." Dan Sufyan ats-Tsauriy saat wafatnya menangis, maka berkata seseorang: "Ya Aba Abdullah! Apa anda punya banyak dosa?" Maka Sufyan mengambil segenggam tanah dan berkata: "Demi ALLAH dosaku lebih ringan dari ini, tetapi aku takut dikacaukan imanku sebelum kematianku." Ada pula seorang Nabi yang mengadukan kelaparan dan kekurangan pakaiannya kepada ALLAH SWT, maka ALLAH SWT mewahyukan padanya: "Wahai hambaku, apakah engkau tidak ridha bahwa aku telah melindungi hatimu dari kekafiran selama-lamanya sehingga engkau meminta dunia kepada-Ku?" Maka Nabi tadi mengambil segenggam tanah lalu menaburkannya diatas kepalanya (karena rasa syukumya) sambil berkata: "Demi ALLAH, aku telah ridha ya ALLAH, maka lindungilah aku dari kekafiran."
Keutamaan Khauf disebutkan dalam hadits Nabi SAW: "Berfirman ALLAH SWT: Demi Keagungan dan Kekuasaan-Ku tidak mungkin berkumpul 2 rasa takut dalam diri hambaku dan tidak akan berkumpul 2 rasa aman. Jika ia merasa aman pada-Ku di dunia maka akan aku buat takut ia di hari kiamat, dan jika ia takut pada-KU di dunia maka akan aman ia di akhirat." (HR Ibnu Hibban 2494)
1. Takutnya para Malaikat : "Mereka merasa takut kepada Rabb-nya, dan mereka melakukan apa-apa yang diperintahkan ALLAH." (QS An-Nahl 16/50).
2. Takutnya Nabi SAW. "Bahwa Nabi SAW jika melihat mendung ataupun' angin maka segera berubah pucat wajahnya. Berkata A'isyah ra: "Ya Rasulullah, orang-orang jika melihat mendung dan angin bergembira karena akan datangnya hujan, maka mengapa anda cemas?" Jawab beliau SAW: "Wahai A'isyah, saya tidak dapat lagi merasa aman dari azab, bukankah kaum sebelum kita ada yang diazab dengan angin dan awan mendung, dan ketika mereka melihatnya mereka berkata: Inilah hujan yang akan menyuburkan kita." (HR Bukhari 6/167 dan Muslim 3/26) Dan dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi SAW jika sedang shalat terdengar didadanya suara desis seperti air mendidih dalam tungku, karena tangisnya.
3. Khauf-nya shahabat ra. Abubakar ra sering berkata: "Seandainya saya hanyalah buah pohon yang dimakan."Umar ra sering berkata: "Seandainya aku tidak pemah diciptakan, seandainya ibuku tidak melahirkanku." Abu 'Ubaidah ibnal Jarraah ra berkata: "Seandainya aku seekor kambing yang disembelih keluargaku lalu mereka memakan habis dagingku." Berkata Imraan bin Hushain ra: "Seandainya aku menjadi debu yang tertiup angin kencang."
4. Khauf-nya Tabi'iin. Ali bin Husein jika berwudhu untuk shalat pucat wajahnya, maka ditanyakan orang mengapa demikian? Jawabnya: "Tahukah kalian kepada siapa saya akan menghadap?" Berkata Ibrahiim bin 'lisa as Syukriy: "Datang padaku seorang lelaki dari Bahrain ke dalam mesjid saat orang-orang sudah pergi, lalu kami bercerita tentang akhirat dan dzikrul maut, tiba-tiba orang itu demikian takutnya sampai menghembuskan nafas terakhir saat itu juga." Berkata Misma': "Saya menyaksikan sendiri mau'izhoh Abdul Waahid bin Zaid disuatu majlis, maka wafat 40 orang saat itu juga dimajlis itu setelah mendengar ceramahnya." Berkata Yaziid bin Mursyid: "Demi Allah seandainya Rabb-ku menyatakan akan memenjarakanku dalam sebuah ruangan selama-lamanya maka sudah pasti aku akan menangis selamanya, maka bagaimanakahjika ia mengancamku akan memenjarakanku didalam api?!"

Demikianlah Khauf para Malaikat, Nabi-nabi, ulama dan auliya', maka kita lebih pantas untuk takut dibanding mereka. Mereka takut bukan karena dosa, melainkan karena kesucian hati dan kesempumaan ma'rifah, sementara kita telah dikalahkan oleh kekerasan hati dan kebodohan. Hati yang bersih akan bergetar karena sentuhan kecil, sementara hati yang kotor tak berguna baginya nasihat dan ancaman.


2. Raja’
Raja' dan Khauf merupakan 2 sayap (janaahaan) yang dengannya terbang para muqarrabiin ke segala tempat yang terpuji. Kedua sifat ini sangat penting untuk didefmisikan, karena jika tidak akan terjadi dua kesalahan yang sangat berbahaya. Pertama, adalah sikap berlebihan (ghuluww) sebagaimana yang dialami oleh sebagian kaum sufi yang menjadi sesat karena mendalami lautan ma'rifah tanpa dilandasi oleh syari'ah yang memadai Sedangkan kesalahan yang kedua, adalah sikap mengabaikan (tafriith), sebagaimana orang-orang yang beribadah tanpa mengetahui kepada siapa ia beribadah dan tanpa merasakan kelezatan ibadahnya, sehingga ibadahnya hanyalah berupa rutinitas yang kering dan hampa dari rasa harap, cemas dan cinta.
Raja' adalah sikap mengharap dan menanti-nanti sesuatu yang sangat dicintai oleh si penanti. Sikap ini bukan sembarang menanti tanpa memenuhi syarat-syarat tertentu, sebab penantian tanpa memenuhi syarat ini disebut berangan-angan (tamniyyan). Orang-orang yang menanti ampunan dan rahmat Allah tanpa amal bukanlah Raja' namanya, tetapi berangan-angan kosong.
Ketahuilah bahwa hati itu sering tergoda oleh dunia, sebagaimana bumi yang gersang yang mengharap turunnya hujan. Jika diibaratkan, maka hati ibarat tanah, keyakinan seseorang ibarat benihnya, kerja/amal seseorang adalah pengairan dan perawatannya, sementara hari akhirat adalah hari saat panennya. Seseorang tidak akan memanen kecuali sesuai dengan benih yang ia tanam, apakah tanaman itu padi atau semak berduri ia akan mendapat hasilnya kelak, dan subur atau tidaknya berbagai tanaman itu tergantung pada bagaimana ia mengairi dan merawatnya.
Dengan mengambil perumpamaan di atas, maka Raja' seseorang atas ampunan
ALLAH adalah sebagaimana sikap penantian sang petani terhadap hasil tanamannya, yang telah ia pilih tanahnya yang terbaik, lalu ia taburi benih yang terbaik pula, kemudian diairinya dengan jumlah yang tepat, dan dibersihkannya dari berbagai tanaman pengganggu setiap hari, sampai waktu yang sesuai untuk dipanen. Maka penantiannya inilah yang disebut Raja'.
Sedangkan petani yang datang pada sebidang tanah gersang lalu melemparkan sembarang benih kemudian duduk bersantai-santai menunggu tanpa merawat serta mengairinya, maka hal ini bukanlah Raja' melainkan bodoh (hamqan) dan tertipu (ghuruur). Berkata Imam Ali ra tentang hal ini:
"Iman itu bukanlah angan-angan ataupun khayalan melainkan apa-apa yang menghunjam di dalam hati dan dibenarkan dalam perbuatannya."
Maka seorang hamba yang yang memilih benih iman yang terbaik, lalu mengairinya dengan air ketaatan, lalu mensucikan hatinya dari berbagai akhlaq tercela, ia tekun merawat dan membersihkannya, kemudian ia menunggu keutamaan dari Allah tentang hasilnya sampai tiba saat kematiannya maka penantiannya yang panjang dalam harap dan cemas inilah yang dinamakan Raja'.
Berfirman ALLAH SWT:

"Orang-orang yang beriman, dan berhijrah dan berjihad dijalan Allah, mereka inilah yang benar-benar mengharapkan rahmat ALLAH." (QS. Al-Baqarah : 218).
Sementara orang yang tidak memilih benih imannya, tidak menyiraminya dengan air ketaatan dan membiarkan hatinya penuh kebusukan, darah dan nanah serta kehidupannya asyik mencari dan menikmati syahwat serta kelezatan duniawi lalu ia berharapkan ALLAH akan mengampuni dosa-dosanya maka orang ini bodoh dan tertipu. Berfirman ALLAH SWT tentang mereka ini:
Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka Telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti? (QS. Al'A'raaf, 7: 169).
Dan mereka juga berkata:

Dan Aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya Aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti Aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu". (QS. Al-Kahfi, 18: 36).
Bersabda Nabi SAW:
"Orang yang pandai adalah yang menjual dirinya untuk beramal untuk hari akhirat, sementara orang yang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya di dunia lalu berangan-angan kepada Allah akan mengampuninya." (HR Tirmidzi 2459, Ibnu Majah 4260, Al-Baghawiy, Ahmad 4/124, Al-Hakim
1/57).
Keutamaan Raja' yang lainnya adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi SAW sbb:
"Seorang hamba ALLAH diperintahkan untuk masuk ke neraka pada hari Kiamat, maka iapun berpaling maka ditanya ALLAH SWT (padahal IA Maha
Mengetahui): 'Mengapa kamu menoleh?' la menjawab: 'Saya tidak berharap seperti ini'. ALLAH berfirman: 'Bagaimana harapanmu?' Jawabnya: 'ENGKAU mengampuniku'. Maka firman ALLAH: 'Lepaskan dia'." Raja' hanya bermanfaat bagi orang yang sudah berputus asa karena dosanya sehingga meningggalkan ibadah, serta orang yang demikian khauf pada ALLAH SWT sehingga membahayakan diri dan keluarganya. Sedangkan bagi orang yang bermaksiat, sedikit ibadah dan berharap ampunan ALLAH, maka Raja' tidak berguna, melainkan hams diberikan khauf.
Sebab-sebab Raja' adalah pertama dengan jalan i'tibar yaitu merenungkan berbagai nikmat ALLAH yang telah ditumpahkan-NYA setiap waktu pada kita yang tiada sempat kita syukuri ditengah curahan kemaksiatan kita yang tiada henti pada-NYA, maka siapakah yang lebih lembut dan penuh kasih selain DIA?
Apakah terlintas bahwa IA yang demikian lembut dan penuh kasih akan menganiaya hambanya?
Adapun jalan yang kedua adalah jalan khabar, yaitu dengan melihat firman-NYA, antara lain:

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar, 39: 53).
dan hadits-hadits Nabi SAW:
"Berfirman ALLAH SWT kepada Adam as: 'Bangunlah! Dan masukkan orang-orang yang ahli neraka'. Jawab Adam as: 'Labbbaik, wa sa'daik, wal-khoiro fi yadaik, ya Rabb berapa yang harus dimasukkan ke neraka?' Jawab ALLAH SWT: 'Dari setiap 1000, ambil 999!' Ketika-mendengar itu maka anak-anak kecil beruban, wanita hamil melahirkan dan manusia seperti mabuk (dan wanita yang menyusui melahirkan bayinya, dan kamu lihat menusia mabuk, padahal bukan mabuk melainkan adzab ALLAH di hari itu sangat keras. QS. Al-Hajj, 21: 2).
Maka berkatalah manusia pada Nabi SAW: 'Ya Rasulullah! Bagaimana ini?' Jawab Nabi SAW: 'Dari Ya'juj wa ma'juj 998 orang dan dari kalian 1 orang'. Maka berkatalah manusia: 'ALLAHU Akbar!' Maka berkatalah Nabi SAW pada para sahabat ra: 'Demi ALLAH saya Raja' bahwa kalian merupakan 1/4 dari ahli jannah! Demi ALLAH saya Raja' kalian merupakan 1/3 ahli jannah! Demi ALLAH saya Raja' kalian menjadi 1/2 ahli jannah!' Maka semua orangpun bertakbir, dan Nabi SAW bersabda: 'Keadaan kalian di hari itu seperti rambut putih di Sapi hitam atau seperti rambut hitam di Sapi putih'." (HR Bukhari 6/122 dan Muslim 1/13 9)

No comments: